Kehidupan sebenarnya akan dimulai hari ini
- Lêgerîn
- 1 jam yang lalu
- 5 menit membaca
Ditulis oleh Mirain Baloch

Artikel ini memberikan sekilas gambaran tentang kehidupan Fidayeen Mahal Baloch, alias Zilan Kurd. Dalam menghormati warisannya, kami menanggapi permintaan rekan-rekan revolusioner Kurdi kami untuk mengenang simbol persatuan antara perjuangan pembebasan nasional Baloch dan Kurdi. Kami sangat mengagumi semangat revolusioner mereka dan aspirasi mereka untuk membangun ikatan antara bangsa-bangsa tertindas yang berjuang melawan kekuatan kolonialis. Pengorbanan yang kami jalani dan penderitaan yang kami tanggung memperkuat kesadaran kolektif kami saat kami melangkah menuju pembebasan.
Fidayeen Mahal Baloch mengekspresikan persatuan ini dalam kata-kata revolusionernya ketika ditanya tentang alias yang ia pilih, Zilan Kurd (1). Ia menyatakan, “Saya ingin menyampaikan pesan ini kepada para aktivis yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Kurdistan bahwa kami juga adalah bangsa yang berani dan tak kenal takut seperti mereka, serta tengah berperang melawan musuh demi kebebasan kami. Saya ingin memperkenalkan gerakan nasional Baloch kepada mereka melalui tindakan saya.” Kata-katanya, serta tindakannya yang bersejarah, telah meninggalkan jejak abadi dalam sejarah perjuangan pembebasan Baloch dan Kurdi, menjadikannya simbol kuat solidaritas antara kedua bangsa yang tertindas ini.
Seperti halnya rakyat Kurdi, bangsa Baloch telah menanggung derita kolonialisme selama lebih dari satu setengah abad. Dahulu merupakan bangsa yang merdeka dan berdaulat, Balochistan pertama kali dijajah oleh imperialis Inggris, yang mengubah lanskap sosial, politik, dan geografisnya. Untuk memperkuat eksploitasi mereka, wilayah Baloch secara paksa dipartisi dan dibagi antara Afghanistan, Iran, serta Balochistan di bawah kekuasaan Inggris, merampas kesatuan dan kedaulatan bangsa Baloch.
Setelah Perang Dunia II, karena takut akan bangkitnya komunisme internasional, kaum kapitalis Eropa, terutama Inggris, bersekongkol untuk melemahkan kemerdekaan Balochistan. Hal ini berujung pada pendudukan Balochistan oleh Pakistan pada 28 Maret 1948, yang menandai dimulainya babak baru dalam kolonisasi bangsa Baloch. Hingga kini, kekuatan imperialisme, terutama China yang ekspansionis, mendukung tentara kolonial Pakistan dalam penindasan brutal terhadap gerakan nasional Baloch, melanggengkan genosida dan eksploitasi.
Namun, rakyat Baloch terus melakukan perlawanan dengan gigih. Sejak awal 2000-an, perlawanan semakin menguat, dengan organisasi politik dan militer bersatu dalam satu tujuan bersama. Negara Pakistan menanggapi dengan kekerasan brutal: operasi militer, kuburan massal, penghilangan paksa, serta pameran jenazah yang dimutilasi. Di antara banyak jiwa pemberani yang berdiri melawan tirani ini, salah satunya adalah Fidayeen Mahal Baloch, sebuah contoh gemilang dari perlawanan dan pengorbanan.

Lahir pada 16 Maret 2002 di Surbandan, Gwadar—sebuah desa nelayan yang indah di tepi Bahr-e-Baloch (Laut Baloch)—Mahal Baloch tumbuh di tengah keindahan alam dan gelombang pemberontakan revolusioner. Dikelilingi oleh laut dan Gunung Mhedi, kehidupan di sana mengalir dengan tenang, tetapi rakyatnya hidup di bawah bayang-bayang penindasan, menghadapi genosida dan ekosida yang senyap. Sejak kecil, Mahal menunjukkan keberanian, kepemimpinan, dan dedikasi yang luar biasa. Ia memulai pendidikan dasarnya di Oasis School, Gwadar. Setelah menyelesaikan Matrikulasinya, ia melanjutkan ke Government Girls Inter College, Gwadar. Untuk pendidikan tinggi, ia bergabung dengan Fakultas Hukum di Universitas Turbat. Keunggulan akademiknya membuatnya mendapat gelar "siswa terbaik," sementara teman-temannya dengan penuh kasih menyebutnya sebagai "favorit di antara para siswa" dan "pemimpin alami."
Mahal adalah jiwa yang menawan dengan dahaga tak terpuaskan akan ilmu serta kecintaan pada membaca dan menulis. Koleksi pribadinya berisi literatur revolusioner dari tokoh-tokoh seperti Maxim Gorky, Frantz Fanon, Paulo Freire, dan Leila Khalid. Mengenai kegemarannya membaca, ia pernah menulis dalam buku hariannya:"Saya membaca dengan penuh gairah karena buku memberi kita pemikiran dan gagasan yang mulia. Karena terus membaca, semangat revolusioner dalam diri saya semakin kuat, dan saya menjadi lebih sadar akan tanah serta rakyat saya. Inilah mengapa membaca buku memainkan peran penting dalam hidup kita."
Ia bukan hanya pembaca yang tekun tetapi juga seorang penulis yang bercita-cita tinggi. Mahal gemar menceritakan kisah-kisah fiksi, mengumpulkan dongeng rakyat Balochi kuno, serta menulis tentang keindahan alam di sekitarnya. Kedekatannya dengan Ibu Pertiwi banyak menginspirasi tulisan pribadinya, di mana ia menangkap esensi tanah air yang dicintainya. Ia juga memiliki sisi kreatif yang membawa kebahagiaan bagi teman-temannya. Mahal membuat kartu warna-warni, gantungan kunci dari benang, serta berbagai benda indah dari cangkang kerang, yang ia berikan sebagai hadiah kepada para sahabatnya di hari ulang tahun dan momen spesial lainnya. Sejak kecil, ia memiliki ketertarikan dalam mengoleksi benda-benda unik, seperti kerajinan tangan, surat, tanda tangan, dan cangkang kerang—menikmati keajaiban kecil dalam hidup.
Hidup dalam masyarakat kolonial di mana patriarki dan penindasan diwujudkan melalui struktur kolonial, Mahal merenungkan hambatan sosial yang ia hadapi sebagai seorang gadis muda:“Olahraga favorit saya adalah sepak bola. Ayah dan kakek saya adalah pemain sepak bola. Saya ingin menjadi pesepak bola, meskipun saya tahu tidak akan ada yang membantu saya karena kami hidup dalam masyarakat yang tidak mendorong perempuan untuk bermain sepak bola. Terkadang kita harus mengikuti aturan masyarakat, dan saya tahu keinginan ini tidak akan pernah terwujud. Beberapa keinginan kita memang tetap tak terselesaikan.”
Tulisan-tulisan Mahal mengandung kebijaksanaan yang tajam dan menggugah tentang perjalanan revolusionernya. Ia menulis: “Saya membenci penindasan dan perbudakan, yang telah membawa bangsa saya ke dalam penderitaan dan kesengsaraan. Kami tidak diberi hak atas tanah kami sendiri. Hari demi hari, kami dipaksa tunduk dalam penindasan. Saya mencintai kebebasan—kebebasan yang akan memungkinkan seluruh bangsa saya hidup dengan damai dan berdaulat di tanah mereka sendiri.”

Menyaksikan ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Baloch dan bangsa-bangsa tertindas lainnya membentuk kesadaran Mahal secara mendalam. Ia melihat para orang tua dipermalukan, para pemuda diculik, serta para intelektual, penulis, dan pendidik dibunuh dengan kejam. Salah satu tragedi yang paling membekas baginya adalah syahidnya guru tercinta dan pendiri sekolahnya, Sir Zahid Askani Baloch—seorang pendidik visioner yang dibunuh oleh militer Pakistan dan dinas rahasianya. Peristiwa-peristiwa semacam ini menyalakan tekad membara dalam diri Mahal untuk memperjuangkan martabat dan kebebasan bangsanya.
Dalam perenungan pribadinya yang tertulis di buku hariannya, Mahal mengungkapkan penderitaan rakyatnya:“Para penindas telah merampas semua kebahagiaan dari kehidupan rakyat Baloch. Hari ini, setiap rumah tangga Baloch diliputi duka. Kesengsaraan yang dialami rakyat Baloch tak terbayangkan. Setiap hari, seorang putra diculik, dan tubuh mereka yang dimutilasi dibuang begitu saja. Menyaksikan kekejaman ini, air mata saya telah mengering; saya tak bisa menangis lagi. Namun, saya tetap berharap bahwa hari-hari penindasan akan segera berakhir. Setiap Baloch—anak-anak, pria, wanita, dan pemuda—akan bersatu untuk menemukan solusi. Sebuah fajar baru akan segera menyingsing.”Perjalanan revolusioner Mahal dibentuk oleh dua emosi yang saling bertautan: cinta dan kebencian—cinta terhadap rakyatnya dan kebencian terhadap para penindas mereka.
Mahal Baloch, bersama delapan rekannya dari unit Fidayeen Brigade Majeed (unit pengorbanan diri Tentara Pembebasan Baloch), melancarkan Operasi Herof (Badai Hitam) pada 25 Agustus 2024—operasi paling mematikan dalam sejarah perjuangan nasional Baloch melawan penjajah Pakistan, baik dari segi skala maupun intensitas. Syahid Fidayee Mahal Baloch, mengikuti jejak pendahulunya—perempuan pemberani Baloch, Fidayee Shari Baloch dan Fidayee Summaiya Qalandrani Baloch—bergabung dengan Tentara Pembebasan Baloch pada tahun 2022, dan setahun kemudian mendedikasikan dirinya untuk Brigade Majeed. Mahal Baloch memulai Operasi Herof dengan mengendarai mobil bermuatan enam ratus kilogram bahan peledak menuju Markas Bela militer Pakistan, menargetkan gerbang utama kamp. Tindakannya yang menentukan memungkinkan rekan-rekannya menembus kamp musuh dengan lebih mudah. Berkat pukulan telaknya terhadap pasukan kolonial, para pejuang Baloch lainnya berhasil merebut dan mempertahankan posisi kunci di dalam markas militer selama lebih dari dua puluh jam.
Beberapa jam sebelum Operasi Herof dimulai, seluruh Fidayeen (pejuang pengorbanan diri) duduk bersama, berbincang, dan berbagi pemikiran. Fidayee Junaid Zehri bertanya kepada kelompok itu, "Apa arti kehidupan bagi kalian?" Setiap Fidayee memberikan jawaban mereka masing-masing. Akhirnya, Fidayee Mahal Baloch menjawab, "Hidup sebelum ini bukanlah kehidupan. Hidupku yang sebenarnya akan dimulai hari ini."
Setelah hening sejenak, Mahal menambahkan, "Aku ingin makanan terakhirku adalah biryani favoritku, yang akan kumasak sendiri dan kubagikan dengan semua rekan Fidayeen." Sambil tersenyum, Mahal berdiri dan mulai menyiapkan biryani, dengan semua Fidayeen bergabung untuk membantunya. Mereka tertawa dan berbincang sambil memasak bersama. Setelah biryani siap, mereka menikmatinya sebagai santapan terakhir, merayakan kebersamaan mereka. Setelah itu, mereka memulai persiapan dan berangkat untuk menjalankan misi.

Kehidupan, tindakan, dan warisan Mahal Baloch menjadi simbol solidaritas teguh antara gerakan pembebasan Baloch dan Kurdi. Pesannya bergema melintasi batas-batas geografis, mengingatkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan dan kebebasan bersifat universal, dan semangat perlawanan tidak mengenal batas.
(1)Zilan adalah alias dari Zeynep Kınac, seorang pejuang muda Kurdi dari PKK yang, tanpa memberi tahu siapa pun tentang rencananya, melakukan serangan bunuh diri yang berhasil terhadap tentara Turki pada 30 Juni 1996. Aksi ini menjadi titik balik bagi Gerakan Kebebasan Kurdi, dan surat-surat yang ia tulis untuk menjelaskan tindakannya berubah menjadi “manifesto kehidupan” yang menginspirasi generasi muda, terutama perempuan, untuk berjuang demi kebebasan mereka.
Kommentarer